Minggu, 07 Mei 2023

Bagian 1. Pertanian Indonesia Tertinggal?

 

Pertanian menjadi salah satu sektor yang memegang peranan penting di negara berkembang termasuk di Indonesia. Sektor pertanian di Indonesia bahkan menjadi penopang perekonomian negara terbesar nomor dua setelah pajak. Hal ini dapat dilihat dengan nilai kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Nasional tahun 2021 mencapai 13,28% serta pada tahun 2020 sektor pertanian dapat bertahan dikala COVID-19 melanda dan bahkan dapat mencatat 16% kontribusi PDB untuk negara. Besarnya sumbangsih pertanian bagi Indonesia ini membuat pertanian tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat

 

Tidak hanya menyumbang pendapatan negara, sektor pertanian Indonesia menurut Badan Pusat Statistik mencatat jumlah presentase tenaga kerja informal sektor pertanian yang besar yaitu mencapai 88% pada tahun 2021. Angka yang sangat besar dibandingkan dengan tenaga kerja di sektor lain. Bahkan di 40% daerah di Indonesia mencapai 90% untuk presentase tenaga kerja informal sektor pertanian. Salah satu daerah-daerah yang memiliki kontribusi besar dalam pertanian yaitu Papua yang bahkan mencapai 98% penduduknya bekerja di sektor pertanian ini.

 

Dominansi pertanian di Indonesia ini tidak luput dengan sejarah masalalu nenek moyang yang tidak hanya seorang pelaut tetapi juga seorang petani. Menurut ahli Bahasa Roberst Blust dalam buku Masa Lampau Bahasa Indonesia, Sebuah Bunga Rampai (1991), selain memiliki ikatan dengan kegiatan kelautan, para penutur Bahasa Melayu purba juga mempraktikkan pertanian berupa hortikultura ladang, padi gogo, dan umbi-umbian. Jiwa petani yang telah mendarah membuat masyarakat Indonesia tidak akan luput dengan dunia hijau ini bahkan memunculkan tradisi-tradisi unik di berbagai daerah yang berhubungan dengan pertanian. Tradisi unik seperti yang dilakukan orang Suku Osing Kabupaten Banyuwangi yaitu ritual Labu Nyingkal yang digelar sebelum tanah diolah, Pari Meteng yang digelar saat tanaman hendak keluar buah dan Ritual Panen yang digelar saat masa memetik padi. Tidak hanya tradisi saat bercocok tanam, bahkan nenek moyang kita juga menciptakan tarian-tarian yang berhubungan dengan pertanian seperti Tari Tani dari Demak yang menandakan bahwa masyarakat Demak sebagian besar berprofesi sebagai petani dan Tari Gandrung Sewu dari Banyuwangi sebagai wujud syukur petani di masa panen . Antusiasme yang tinggi nenek moyang akan dunia pertanian membuat kita mengetahui betapa pentingnya pertanian Indonesia tidak hanya dalam menyumbang pendapatan negara tetapi juga membangun dalam bidang budaya dan bermasyarakat.

 

Selain faktor sejarah nenek moyang Indonesia yang seorang petani, letak geografis yang terletak di garis khatulistiwa dan iklim tropis membuat Indonesia memiliki sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun yang tentunya sangat berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Tak khayal jika sinar matahari yang melimpah ini membuat suhu hangat di Indonesia yang menjadi tempat terbaik tumbuhan hidup dan membuat Indonesia dikenal sebagai negara dengan segudang hasil bumi yang berlimpah ruah. Selain itu, tanah di Indonesia yang beberapa berada di daerah vulkanis membuat tanah subur dan menghasilkan kualitas dan kuantitas tanaman terbaik seperti daerah-daerah Jawa yang menjadi penghasil beras terbesar di Indonesia.

 

Faktor iklim tropis tidak membuat semua tanah di daerah Indonesia adalah tanah subur. Tanah subur di Indonesia hanya berada di daerah-daerah vulkanis atau daerah adanya gunung berapi yang mayoritas berada di tanah jawa. Menurut pakar ilmu tanah Prof. Nurhajati Hakim 70% tanah Indonesia tidak subur karena rata-rata memiliki jenis tanah ultisol atau merah kuning dan gambut yang memiliki keasaman tingkat tinggi yang tidak baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akan tetapi, jenis tanah tidak subur ini bukan berarti tidak dapat dimanfaatkan atau ditanami. Menurut Prof. Nurhajati Hakim dengan sentuhan teknologi akan dapat menghasilkan yang berlimpah.

Meskipun 70% tanah Indonesia adalah tanah tidak subur tidak dapat menurunkan produksi hasil pertanian. Bahkan nilai ekspor pertanian sepanjang Januari – November 2021 naik 4,1% atau senilai mencapai US$ 3,83 miliar.

 

Pentingnya pertanian bagi Indonesia, membuat kita berpikir apakah sudah cukup usaha kita dalam dunia pertanian ini ? Sudahkan lebih baik pertanian Indonesia daripada negara tetangga atau negara berkembang lain ? Tertinggalkah kita ? Mari kita bahas disini.

 

Menurut Badan Pusat Statistik, lahan sawah di Indonesia mencapai 8 juta Ha di tahun 2021. Belum lagi dengan lahan perkebunannya yang mencapai hingga 23 Juta Ha di tahun 2021. Luasnya lahan ini tidak sebanding dengan luas sawah negara Thailand yang dibawah Indonesia tetapi mampu memaksimalkan hasil pertaniannya hingga mencapai 50 kali lipat dan menjadi ekportir beras terbesar nomer dua di dunia dimana menguasai 22% beras di dunia pada tahun 2018. Meningkatnya pertanian Thailand tidak lepas dari pemanfaatan teknologi industri pertanian yang canggih dan pola kebijakan subsidi pemerintah yang lebih tinggi dan efisien sehingga mampu panen 5 kali dalam setahun. Hal ini seharusnya menjadi cambukan bagi pertanian Indonesia yang memiliki luas lahan pertanian sangat tinggi daripada Thailand tetapi masih memiliki angka impor yang lebih tinggi daripada ekspor berasnya.

 

Dilihat dari segi teknologi, menurut Bustanul Arifin (2019) seorang Ekonom Institute for Development of Economic and Finance menilai sektor pertanian saat ini memiliki masalah produktifitas yang rendah akibat pemanfaatan teknologi yang masih sangat rendah. Digitalisasi teknologi yang rendah ini dapat dikarenakan kesadaran petani akan teknologi masih rendah. Menurut Bhima Yudhistira, pengamat Ekonomi Institute for Development of Economic and Finance, rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya pelatihan penggunaan teknologi modern merupakan faktor utama sektor pertanian masih bersifat tradisional. Teknologi di sektor pertanian sangat memerlukan bantuan dari pemerintah seperti pelatihan teknologi terbaru.

 

Selain teknologi yang belum maksimal diterapkan di pertanian Indonesia, harga untuk memproduksi beras di Indonesia tergolong mahal daripada negara Thailand dan Vietnam. Laporan International Rice Research Institute (IRRI) pada 2016 untuk memproduksi beras di Indonesia per satu kilogram mencapai Rp. 4.076.- sedangkan biaya produksi di Vietnam hanya mencapai Rp. 1.679,- per kg dan di Thailand Rp. 2.291,- per kg. Produksi beras di Indonesia 2,5 kali lipat lebih mahal daripada Thailand dan Vietnam. Menurut Head of Agriculture Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta hal ini akan mempersulit Indonesia untuk bisa mencapai swasembada beras.

 

Lalu, tanggung jawab siapakah ini ?

 

Hal ini harus menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah untuk memajukan pertanian Indonesia. Masih rendahnya kalangan pemuda-pemudi yang turun di sektor pertanian perlu lagi ditingkatkan dengan adanya bantauan dan program-program dari pemerintah maupun swasta yang membuat mereka tertarik akan dunia pertanian sehingga meningkatkan sumber daya manusia yang lebih luas. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2021 proporsi pemuda yang bekerja di sektor pertanian hanya sebesar 19,18% dan angkanya telah menurun 10% dibandingkan pada tahun 2011 yang mencapai 29.18%. Rendahnya penerus generasi pertanian ini akan menjadi masalah besar di kemudian hari ditambah pertanian adalah penyumbang pendapatan negara terbesar nomor dua di Indonesia dan menjadi kunci ketahanan pangan negara. Di Thailand rata-rata umur petani sekarang adalah 51 tahun, akan tetapi pemerintah Thailand menggencarkan penggunaan teknologi dari tanam, panen hingga pemasaran sehingga meningkatkan di kalangan tren pemuda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post First

PEMETAAN C-ORGANIK DAN N SEBAGAI DASAR PENENTUAN ZONA PENGELOLAAN SPESIFIK LOKASI PADA PERKEBUNAN KOPI ORGANIK RAKYAT DI DESA SIDOMULYO KECAMATAN SILO KABUPATEN JEMBER

RINGKASAN   Pemetaan C-Organik dan N sebagai Dasar Penentuan Zona Pengelolaan Spesifik Lokasi pada Perkebunan Kopi Organik Rakyat di Des...

Popular Posts