Pertanian menjadi salah satu sektor yang
memegang peranan penting di negara berkembang termasuk di Indonesia. Sektor
pertanian di Indonesia bahkan menjadi penopang perekonomian negara terbesar
nomor dua setelah pajak. Hal ini dapat dilihat dengan nilai kontribusi sektor
pertanian terhadap PDB Nasional tahun 2021 mencapai 13,28% serta pada tahun
2020 sektor pertanian dapat bertahan dikala COVID-19 melanda dan bahkan dapat
mencatat 16% kontribusi PDB untuk negara. Besarnya sumbangsih pertanian bagi
Indonesia ini membuat pertanian tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
masyarakat
Tidak hanya menyumbang pendapatan
negara, sektor pertanian Indonesia menurut Badan Pusat Statistik mencatat jumlah
presentase tenaga kerja informal sektor pertanian yang besar yaitu mencapai 88%
pada tahun 2021. Angka yang sangat besar dibandingkan dengan tenaga kerja di
sektor lain. Bahkan di 40% daerah di Indonesia mencapai 90% untuk presentase
tenaga kerja informal sektor pertanian. Salah satu daerah-daerah yang memiliki
kontribusi besar dalam pertanian yaitu Papua yang bahkan mencapai 98%
penduduknya bekerja di sektor pertanian ini.
Dominansi pertanian di Indonesia ini
tidak luput dengan sejarah masalalu nenek moyang yang tidak hanya seorang
pelaut tetapi juga seorang petani. Menurut ahli Bahasa Roberst Blust dalam buku
Masa Lampau Bahasa Indonesia, Sebuah Bunga Rampai (1991), selain memiliki
ikatan dengan kegiatan kelautan, para penutur Bahasa Melayu purba juga
mempraktikkan pertanian berupa hortikultura ladang, padi gogo, dan umbi-umbian.
Jiwa petani yang telah mendarah membuat masyarakat Indonesia tidak akan luput
dengan dunia hijau ini bahkan memunculkan tradisi-tradisi unik di berbagai
daerah yang berhubungan dengan pertanian. Tradisi unik seperti yang dilakukan
orang Suku Osing Kabupaten Banyuwangi yaitu ritual Labu Nyingkal yang digelar
sebelum tanah diolah, Pari Meteng yang digelar saat tanaman hendak keluar buah
dan Ritual Panen yang digelar saat masa memetik padi. Tidak hanya tradisi saat
bercocok tanam, bahkan nenek moyang kita juga menciptakan tarian-tarian yang
berhubungan dengan pertanian seperti Tari Tani dari Demak yang menandakan bahwa
masyarakat Demak sebagian besar berprofesi sebagai petani dan Tari Gandrung
Sewu dari Banyuwangi sebagai wujud syukur petani di masa panen . Antusiasme
yang tinggi nenek moyang akan dunia pertanian membuat kita mengetahui betapa
pentingnya pertanian Indonesia tidak hanya dalam menyumbang pendapatan negara
tetapi juga membangun dalam bidang budaya dan bermasyarakat.
Selain faktor sejarah nenek moyang
Indonesia yang seorang petani, letak geografis yang terletak di garis
khatulistiwa dan iklim tropis membuat Indonesia memiliki sinar matahari yang
melimpah sepanjang tahun yang tentunya sangat berguna bagi pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Tak khayal jika sinar matahari yang melimpah ini membuat
suhu hangat di Indonesia yang menjadi tempat terbaik tumbuhan hidup dan membuat
Indonesia dikenal sebagai negara dengan segudang hasil bumi yang berlimpah
ruah. Selain itu, tanah di Indonesia yang beberapa berada di daerah vulkanis
membuat tanah subur dan menghasilkan kualitas dan kuantitas tanaman terbaik
seperti daerah-daerah Jawa yang menjadi penghasil beras terbesar di Indonesia.
Faktor iklim tropis tidak membuat semua
tanah di daerah Indonesia adalah tanah subur. Tanah subur di Indonesia hanya
berada di daerah-daerah vulkanis atau daerah adanya gunung berapi yang
mayoritas berada di tanah jawa. Menurut pakar ilmu tanah Prof. Nurhajati Hakim
70% tanah Indonesia tidak subur karena rata-rata memiliki jenis tanah ultisol
atau merah kuning dan gambut yang memiliki keasaman tingkat tinggi yang tidak
baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akan tetapi, jenis tanah tidak
subur ini bukan berarti tidak dapat dimanfaatkan atau ditanami. Menurut Prof.
Nurhajati Hakim dengan sentuhan teknologi akan dapat menghasilkan yang
berlimpah.
Meskipun 70% tanah Indonesia adalah
tanah tidak subur tidak dapat menurunkan produksi hasil pertanian. Bahkan nilai
ekspor pertanian sepanjang Januari – November 2021 naik 4,1% atau senilai
mencapai US$ 3,83 miliar.
Pentingnya pertanian bagi Indonesia,
membuat kita berpikir apakah sudah cukup usaha kita dalam dunia pertanian ini ?
Sudahkan lebih baik pertanian Indonesia daripada negara tetangga atau negara
berkembang lain ? Tertinggalkah kita ? Mari kita bahas disini.
Menurut Badan Pusat Statistik, lahan
sawah di Indonesia mencapai 8 juta Ha di tahun 2021. Belum lagi dengan lahan
perkebunannya yang mencapai hingga 23 Juta Ha di tahun 2021. Luasnya lahan ini
tidak sebanding dengan luas sawah negara Thailand yang dibawah Indonesia tetapi
mampu memaksimalkan hasil pertaniannya hingga mencapai 50 kali lipat dan
menjadi ekportir beras terbesar nomer dua di dunia dimana menguasai 22% beras
di dunia pada tahun 2018. Meningkatnya pertanian Thailand tidak lepas dari
pemanfaatan teknologi industri pertanian yang canggih dan pola kebijakan
subsidi pemerintah yang lebih tinggi dan efisien sehingga mampu panen 5 kali
dalam setahun. Hal ini seharusnya menjadi cambukan bagi pertanian Indonesia
yang memiliki luas lahan pertanian sangat tinggi daripada Thailand tetapi masih
memiliki angka impor yang lebih tinggi daripada ekspor berasnya.
Dilihat dari segi teknologi, menurut
Bustanul Arifin (2019) seorang Ekonom Institute for Development of Economic and
Finance menilai sektor pertanian saat ini memiliki masalah produktifitas yang
rendah akibat pemanfaatan teknologi yang masih sangat rendah. Digitalisasi
teknologi yang rendah ini dapat dikarenakan kesadaran petani akan teknologi
masih rendah. Menurut Bhima Yudhistira, pengamat Ekonomi Institute for
Development of Economic and Finance, rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya
pelatihan penggunaan teknologi modern merupakan faktor utama sektor pertanian
masih bersifat tradisional. Teknologi di sektor pertanian sangat memerlukan
bantuan dari pemerintah seperti pelatihan teknologi terbaru.
Selain teknologi yang belum maksimal
diterapkan di pertanian Indonesia, harga untuk memproduksi beras di Indonesia
tergolong mahal daripada negara Thailand dan Vietnam. Laporan International
Rice Research Institute (IRRI) pada 2016 untuk memproduksi beras di Indonesia
per satu kilogram mencapai Rp. 4.076.- sedangkan biaya produksi di Vietnam
hanya mencapai Rp. 1.679,- per kg dan di Thailand Rp. 2.291,- per kg. Produksi
beras di Indonesia 2,5 kali lipat lebih mahal daripada Thailand dan Vietnam. Menurut
Head of Agriculture Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta
hal ini akan mempersulit Indonesia untuk bisa mencapai swasembada beras.
Lalu, tanggung jawab siapakah ini ?
Hal ini harus menjadi tanggung jawab
bersama antara masyarakat dan pemerintah untuk memajukan pertanian Indonesia.
Masih rendahnya kalangan pemuda-pemudi yang turun di sektor pertanian perlu
lagi ditingkatkan dengan adanya bantauan dan program-program dari pemerintah
maupun swasta yang membuat mereka tertarik akan dunia pertanian sehingga
meningkatkan sumber daya manusia yang lebih luas. Menurut Badan Pusat Statistik
tahun 2021 proporsi pemuda yang bekerja di sektor pertanian hanya sebesar
19,18% dan angkanya telah menurun 10% dibandingkan pada tahun 2011 yang
mencapai 29.18%. Rendahnya penerus generasi pertanian ini akan menjadi masalah besar
di kemudian hari ditambah pertanian adalah penyumbang pendapatan negara
terbesar nomor dua di Indonesia dan menjadi kunci ketahanan pangan negara. Di
Thailand rata-rata umur petani sekarang adalah 51 tahun, akan tetapi pemerintah
Thailand menggencarkan penggunaan teknologi dari tanam, panen hingga pemasaran
sehingga meningkatkan di kalangan tren pemuda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar